Friday, August 3, 2007

Strategi Belajar Ilmu Dien

Saudaraku, ilmu agama merupakan bahan baku kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan tanpa ilmu. Oleh sebab itu, setiap usaha untuk menggapai kebahagiaan yang ditempuh tanpa bimbingan ilmu pasti akan mengalami kebuntuan. Tidak percaya?..Lihatlah orang-orang yang menganggap kebahagiaan di bangun di atas pemuasan hawa nafsu kebinatangan. Mereka habiskan energi dan waktu mereka untuk mengejar kenikmatan sementara yang pada akhirnya berujung dengan hukuman dan siksa. Duhai, alangkah malang nasib mereka...

Tidakkah kita ingat bagaimana kaum Nabi Luth yang durhaka kepada Nabi-Nya. Mereka campakkan fithrah yang ada di dalam diri mereka dan mereka justru menggantinya dengan pelanggaran dan dosa yang belum pernah dikerjakan oleh umat sebelum mereka. Maka dari itu Allah timpakan kepada mereka siksa yang berlipat ganda... Allah sudah mengingatkan kepada kita; fakullan akhadzna bi dzanbih. Setiap kelompok yang durhaka itu kami hukum karena dosanya... diantara mereka ada yang dihujani dengan batu, ada yang mati karenma lengkingan suara yang memekakkan telinga, ada yang dibenamkan di dalam perut bumi dan adapula yang binasa dengan cara ditenggelamkan di dalam samudera... Itulah akibat dari kebodohan mereka. Bodoh tentang hakikat kebahagiaan yang sejati...

Oleh karena itu, kita sangat bergembira dengan kembali tumbuhnya semangat mempelajari ilmu agama yang menghiasi wajah generasi muda. Mereka kuliah tapi juga mengaji. Mereka kuliah tapi juga berdakwah. Mereka kuliah tapi juga bisa membaca kitab para ulama. Mereka kuliah tapi juga memakmurkan masjid dengan ilmu dan akhlaq mulia. Namun, sayang ada sebagian pemuda yang tidak mengerti bagaimanakah cara yang tepat untuk mereka agar bisa meniti jejak para ulama. Maka wajar apabila sebagian pemuda terjebak dalam gerakan-gerakan dakwah yang menyimpang dari jalan para ulama. Mereka sibuk, mereka lelah...akan tetapi sayang jalan yang mereka tempuh bukan jalan lurus. Sehingga waktu mereka terbuang percuma...lama berkegiatan namun tidak merasakan peningkatan ilmu agama. Lama mengaji namun tidak ada perubahan apa-apa...wallaahul musta'aan.

Maka dari itu, sudah saatnya kita kembali mengkaji bagaimanakah cara yang tepat bagi kita untuk tetap bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya di tengah situasi berkecamuknya fitnah, godaan dan beraneka ragam penyimpangan yang mewarnai kehidupan masyarakat kita... Allah ta'ala berfirman yang artinya, " Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatau kaum sampai mereka mau mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11). Rasul juga bersabda, "Barang siapa yang dikehendaki menjadi baik oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam urusan agama." (HR. Bukhari dan Muslim) [Abu Muslih]

diambil dari pamflet kajian "Kiat Sukses Menuntut Ilmu Syar'i Al-Manhajiyah Fi Tholabul 'Ilmi Syar'i"

Ngaji terus,...kapan santainya?!

Imam Ahmad pernah ditanya; Wahai Imam, samapai kapankah seorang hamba bisa merasakan nikmatnya bersantai-santai? Beliau menjawab "Yaitu di saat pertama kali dia berhasil menginjakkan kedua telapak kakinya di surga..."
Ilmu telah membuat para ulama berkelana ke segenap penjuru dunia, ilmu telah membuat seorang budak berubah menjadi penguasa, ilmu pula lah yang berhasil membongkar makar musuh-musuh Allah sehingga mereka bungkam dan tak berdaya...lihatlah kisah para ulama salaf yang rela mengorbankan apa saja demi meraih ilmu yang sesungguhnya
diambil dari pamflet kajian "Kiat Sukses Menuntut Ilmu Syar'i Al-Manhajiyah Fi Tholabul 'Ilmi Syar'i"

Thursday, August 2, 2007

Nasihat Syaikh Al-Albany Untuk para Penuntut Ilmu Syar'i

MUTIARA NASEHAT SYAIKH ALBANY TERHADAP THOLABUL 'ILM"

Aku nasehatkan untuk saya pribadi khususnya dan untuk saudarasaudaraku kaum muslimin pada umumnya agar bertaqwa kepada Allah.Diantara bagian-bagian taqwa yang akan aku nasehatkan adalah : Pertama, Hendaklah kalian menuntut ilmu syar'i dengan ikhlash karena Allah, janganlah ada tujuan-tujuan yang lain seperti mengharapkan sesuatu balasan, ucapan terima kasih atau senang tampil di muka umum. Kedua, diantara penyakit yang menimpa para penuntut ilmu syar'i adalah ujub dan lupa daratan, dia merasa sudah memiliki ilmu cukup sehingga berani berpendapat sendiri tanpa mengambil bantuan dan penjelasan ulama' salaf.
Sebagaimana mereka tidak bersyukur kepada Allah yang telah memberikantaufiq kepada mereka, berupa ilmu yang benar dan adab-adabnya, bahkanmereka tertipu dengan diri mereka sendiri dan mereka menyangka bahwamereka telah memiliki kemapanan ilmu sehingga muncul dari merekapendapatpendapat yang mengguncangkan, tidak dilandasi dengan pemahaman yang benar berlandaskan al-Kitab dan as-Sunnah. Maka nampaklah pendapat-pendapat ini dari pemikiran-pemikiran yang tidak matang, mereka menyangka bahwa fatwa-fatwa tersebut adalah ilmu yang diambil dari al-Kitab dan as-Sunnah.
Maka, mereka sesat dengan pemikiran-pemikiran tersebut dan menyesatkan banyak manusia, dan kalian mengetahui semuanya diantara dampak negatif dari fenomena tadi adalah munculnya kelompok-kelompok di sebagian negeri islam mengkafirkan kelompok-kelompok lainnya dengan alasan-alasan yang dibuat-buat, tidak bisa kami kemukakan dalam kesempatan yang singkat ini, karena pertemuan kami ini sekarang khusus sedang memberikan peringatan dan nasehat kepada para penuntut ilmu dan juru da'wah, oleh karena itu saya nasehatkan saudara-saudara kami dari ahli sunnah dan ahli hadits di seluruh negeri islam agar mereka sabar dalam menuntut ilmu, dan agar mereka tidak tertipu dengan ilmu yang mereka miliki sekarang.
Mereka harus mengikuti jalan yang telah digariskan, jangan sekalikalimereka bersandar dengan mengandalkan semata-mata pemahaman mereka atau mereka beri nama dengan ijtihad mereka.Saya sering sekali mendengar dari saudara-saudara kami mereka mengatakan dengan sangat mudahnya, "saya berijtihad" atau "saya berpendapat demikian" tanpa memikirkan akibat-akibat yang ditimbulkan dari ucapan-ucapannya.Mereka tidak mengambil bantuan dari kitab-kitab fiqh dan hadits sertapemahaman ulama terhadap kitab-kitab tersebut. Yang ada hanya hawa nafsu dan pemahaman yang dangkal dalam menggunakan dalil, sedangkanpenyebabnya adalah ujub dan lupa daratan. Oleh karena itu, sekali lagi aku nasehatkan kepada para penuntut ilmu agar menjauhi segala akhlak yang tidak islami, di antaranya agar mereka tidak tertipu oleh ilmu yang telah didapatkannya serta tidak tergelincir ke dalam ujub. Ketiga, terakhir, agar mereka menasehati manusia dengan cara yang lebih baik, menjauhi cara-cara yang kasar dan keras dalam berdakwah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS an-Nahl :125)
Allah berfirman dengan ayat tadi karena kebenaran itu sendiri berat atas manusia atau menerimanya, dan berat atas jiwa-jiwa mereka, oleh karena itu secara umum jiwa manusia sombong untuk menerimanya, kecuali sedikit orang yang dikehendaki Allah untuk langsung menerimanya. Apabila beratnya kebenaran itu atas jiwa manusia ditambah dengan beratnya cara berupa kekasaran dalam da'wah, maka itu berarti menjadikan manusia lari dari da'wah kebenaran. Kalian tentu mengetahui sabda Shallallahu 'alaihi wa sallam."Sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat orang lari (dari kebenaran). Beliau mengulanginya tiga kali. Sebagi penutup, saya memohon kepada Allah Ta'ala agar jangan menjadikan kami sebagai orang-orang yang membuat orang lain lari dari kebenaran, akan tetapi jadikanlah kami sebagai orang-orang yang memiliki hikmah dan orang-orang yang mengamalkan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu

Friday, July 27, 2007

Siapkan Diri Dalam Dakwah

Oleh: Al-Ustadz Aris Munandar, S.S.
“Serulah manusia kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.” (Q.S. An-Nahl:125)

Petikan ayat tersebut memberikan pemaparan yang sederhana dengan muatan pesan yang padat dalam menjalankan roda dakwah. Ada tiga tahapan yang akan dilalui dalam hal ini. Pertama, ajakan tersebut semata-mata ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala dengan hikamah bukan jalan yang lain seperti golongan, kelompok tertentu yang bisa membuat perpecahan. Kedua, ajakan tersebut hendaknya dilakukan dengan tutur kata yang sopan dan lemah lembut, laiknya seorang pedagang yang hendak menawarkan dagangannya, ia harus bersikap ramah dan tidak garang yang membuat larinya para pelanggan. Adapun tahapan yang ketiga, sekiranya perlu berbantah-bantahan hendaknya dengan cara yang baik dan bijak sehingga tidak membakar emosi lawan bicara.
Adapun menurut Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau mengatakan ada empat tingkatan, sedangkan urutan keempat sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka.” (Q.S. Al-Ankabut: 46)
Sebuah keniscayaan dalam berdakwah haruslah berbekal ilmu pengetahuan terhadap syari’at Allah sehingga ada landasan kuat dari ilmu dan bashirah (argument). Terkait dengan hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, inilah jalan agamaku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata (bashirah). Maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S. Yusuf: 108)
Kutipan arti dari ayat tersebut, sekilas dapat dipahami bahwa seruan dakwah dalam menegakkan agama ini bermodal tidak lain adalah bashirah (argumen yang nyata). Penjelasan singkat bashirah dalam dakwah adalah hendaknya da’i mengetahui hukum-hukum syari’at , metode penyampaian dalam dakwah dan kondisi orang-orang yang akan dijadikan sebagai objek dakwah.
Sementara itu, pengertian medan dakwah tidak terbatas di masjid-masjid dan mimbar-mimbar keagamaan. Selain melalui pidato dan ceramah-ceramah, melalui tulisan-tulisan atau makalah-makalah juga merupakan sarana yang efektif untuk pembinaan umat . Begitu juga dakwah dengan membentuk halaqah-halaqah (kajian) ilmu.
Dakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, adalah tugas para rasul serta jalan bagi orang yang mengikuti mereka. Yaitu bani Adam yang mengetahui Dzat yang disembahnya, serta yang dikaruniai taufik oleh-Nya. Karena itu sudah selayaknya kita berusaha menyelamatkan orang-orang lain dengan menyeru agar kembali kepada Allah, memberi kabar baik penuh suka cita.
Nabi shalallahu ‘alaihi was sallam bersabda kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pada hari Khaibar, “Melangkahlah ke depan dengan tenang sehingga engkau samapai di pelataran mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam, kabarkanlah kepada mereka hak-hak Allah dalam Islam yang wajib mereka lakukan. Demi Allah, sungguh jika Allah memberi petunjuk seorang laki-laki dengan perantaramu itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Inilah di antara petikan nasihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi was sallam dalam membakar semangat para shahabat agar terus melangkahkan kakinya menegakkan agama Allah subhanahu wa ta’ala. Menariknya beliau memberikan sebuaha harapan besar di mana unta merah pada masa Nabi adalah sebuah kebanggaan laiknya mobil terbaik di zaman ini. Karenanya sebuah harapan besar tak mungkin dapat dicapai bila dilakukan tanpa dasar ilmu pengetahuan.
Sebuah hadits yang masyhur tatkala Rasul shalallahu ‘alaihi was sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ke Yaman bisa menjadi gambaran bagi para da’i. Nabi menekankan kepada sisi tauhid sebagai mukadimahnya, karena keimanan itulah yang kelak mampu menggugah kesadaran beragama. Adapun pijakan yang tak boleh lepas adalah dua pusaka peninggalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi was sallam; Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya yang menjadi sumber utama dengan diikuti warisan para ulama salafusshalihin, dan meninggalkan semua bentuk pemikiran yang keluar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dikutip dari: Majalah Swaraquran edisi No.6 Tahun ke-6 1427 H/2006 M

Monday, July 23, 2007

Mengapa Al-Bantuly?

Nama ini diambil dari memori phone book seorang ikhwan--semoga Allah menjaganya--yang menambahkan kata Al-Bantuly dibelakang nama ane. Menurutnya karena ane berasal dari Bantul sehingga dinisbatkanlah dibelakang nama ane dengan Al-Bantuly. Akhirnya dengan sebutan itu pulalah blog ini diberi judul. Walaupun sempat bergulat di pikiran sekian banyak kandidat untuk judul utama namun pada akhirnya nama ini lah yang ane pilih. Sederhana dan mudah diingat--insya Allah--. Itulah alasan mengapa nama ini yang dipilih.
Selain itu untuk mengikuti ciri khas kaum muslimin yang sudah biasa dipanggil dengan nama menurut penisbatan yang diambil dari daerah asal ataupun kabilah. Bahkan para ulama' dan imam-imam kaum muslimin mereka lazim disebut dengan nama daerah asal ataupun dengan nama kabilah mereka. Sebagai contoh seorang imam besar ahli hadist yang lahir pada tahun 194 H bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ja’fi yang lebih kita kenal dengan nama Al-Bukhory karena beliau berasal dari daerah Bukhoro di Uzbekistan. Juga ulama besar ahli hadist abad ini yang dilahirkan pada tahun 1333 H, Al-'Alamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh Al-Albany. Beliau masyhur dipanggil dengan nama Al-Albany karena beliau berasal dari Albania sebuah negeri di semenanjung Balkan sebuah kawasan di Eropa Timur. Masih banyak lagi ulama-ulama dan imam-imam kaum muslimin yang masyhur dipanggil dengan penisbatan kepada daerah asal ataupun kabilah. Tentunya tidak bisa dipungkiri kegaguman kita atas ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka walaupun di sisi lain kita menyadari bahwa mereka adalah manuasia biasa.
Ane juga mengucapkan jazakallahu khoiron kepada seorang teman yang telah memberikan julukan ini yang akhirnya ane pakai sebagai judul utama blog sederhana ini. Semoga saja dapat menjadi salah satu pemicu untuk terus bersemangat menuntut ilmu dan sebagai wujud kecintaan kita kepada identitas islami dan mengikuti kebiasaan para ulama umat.

Saturday, July 21, 2007

Masjid dan Barang Hilang

Coba cermati setiap kali kita berada di masjid terutama di kota Jogja ini dan kota-kota besar lainnya (kalau di desa-desa kayaknya belum ada). Ada peringatan tertulis yang seolah seragam seperti tulisan “Jagalah Barang Bawaan Anda” atau tulisan “Simpan Barang Berharga Anda di Tempat Aman” dan kalimat-kalimat lainnya yang bermakna peringatan. Agaknya hal ini menunjukkan tidak amannya lingkungan masjid. Kalau benar demikian sungguh ironis. Mungkin kalo orang kehilangan barangnya ditempat umum seperti bus kota agaknya masih biasa. (nb: eits!, ‘nggak sepenuhnya benar juga karena semua kejahatan tentu saja ‘nggak bisa dianggap biasa). Tapi kalo kehilangan barang di masjid nampaknya aneh juga ya? Ataukah justru malah dianggap lebih lumrah lagi? Waduwh, koq bisa jadi lebih parah! Masjid yang seharusnya menjadi tempat orang berkumpul dengan segala aktivitas ibadah bisa identik dengan barang bawaan yang hilang atau sendal yang hilang atau kehilangan barang bla…bla…bla…lainnya.

Agaknya diskusi singkat seperti dibawah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita.

“Lho Mas koq mung nyeker?”
“Anue, aku kelangan sandal”
“Lha lehmu kelangan sandal nang ngendi?”
“Ya cetha wae nang mesjid. Bareng aku budhal saka shalat isyak, we lha koq sandalku wus ora ana. Tak goleki lingak-linguk kok ya tetep ora ana. Ya kepeksa nyeker tekan omah.”

Itu baru sandal, belum kalo kehilangan barang berharga lainnya seperti tas, HP, dompet atau bahkan motor mungkin? Tak ayal jika takmir masjid membuat tulisan peringatan supaya berhati-hati menaruh barang bawaan. Apa yang salah dari masjid? Tentunya tidak ada yang salah dengan masjid tidak pula orang yang datang ke masjid. Namun orang-orang yang memiliki niat jahat akan memanfatkan kelengahan target operasinya di manapun tempatnya apalagi kalau kesempatan itu terbuka lebar. Sebagai anjuran dan wujud ikhtiar kita, taruhlah barang anda seperti tas di depan anda atau kalo bawa sendal yang lumayan bagus simpan di dalam tas kresek baru setelah itu kita tawakal. Mungkin betul juga kata Bang Napi (sambil mengacungkan jarinya di balik terali besi) bahwa kejahatan tidak hanya karena niat pelakunya tapi karena ada kesempatan. WASPADALAH….!3X.

Monday, July 16, 2007

Tentang Blog Ini

Membuat blog. Ya, itulah tugas salah satu mata kuliah pilihan milik jurusan lain yang nekat diambil. Mahasiswa yang mengikuti kuliah diharuskan membuat blog pribadi untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. ‘Ntar Pak Dosen tinggal buka internet untuk memeriksa tugas mahasiswanya. Jadi ‘nggak seperti cara-cara konvensional yang selama ini dipakai dengan menulis di selembar kertas kemudian dikumpulkan secara kolektif yang kadang-kadang ada yang dikerjakan secara instan alias nyontek punya temen. Tapi ‘nggak semua lhoh yang kayak gitu! Mahasiswa yang rajin tentunya telah mengerjakannya jauh-jauh hari sebelum dikumpulkan.
Nah, itulah pada awalnya mengapa blog ini dibuat. Dengan bantuan seorang temen kuliah mulailah merancang bangun sebuah blog sederhana ini. Warnet UPT II UGM pun menjadi sasaran kami. Maklumlah di jurusan ataupun fakultas ‘nggak ada internet gratis ato kalo pun gratis harus bawa laptop. Setelah kurang lebih satu jam kemudian……, wah akhirnya jadi juga. Hmm…walaupun formatnya masih kacau-balau namun udah bisa untuk ‘ngerjain tugas kuliah.
Alih-alih, setelah kuliah beberapa minggu berjalan, masyaallah!, berbagai macam tugas yang menumpuk sudah berada di depan mata. Kuliah wajib harus diprioritaskan, maklumlah di semester enam ini ada mata kuliah seminar yang sangat membutuhkan energi ekstra. Ya sudah, kuputuskan membatalkan mata kuliah ini, toh juga cuman mata kuliah pilahan. Lagi pula kalo dipikir-pikir ‘nggak ada hubungannya juga dengan materi dijurusan.
Blog sudah terlanjur dirilis. Tak apalah, lagian masih bisa dipake untuk nulis-nulis yang lain. Apalagi kalo melihat trend sebagian pelajar dan mahasiswa saat ini yang biasa menuangkan berbagai macam idenya melalui tulisan di blog pribadi mereka bahkan bermunculan pula tulisan-tulisan bernuansa keagamaan.
Inilah salah satu nikmat Allah dimana kita telah dimudahkan di dalam menulis. Ngomong-ngomong soal tulis –menulis, mari sejenak kita flash back ke belakang membayangkan bagaimana orang-orang pada zaman dahulu mereka harus menulis sebuah buku atau kitab dimana belum ada teknologi canggih seperti zaman kita sekarang ini. Sebuah pena harus dicelupkan ke dalam cairan tinta agar bisa digunakan untuk menulis. Ketika cairan tinta di pena sudah habis, lantas dicelupkan lagi demikian seterusnya. Itu baru satu buku, bagaimana jika harus dicetak ke dalam beberapa eksemplar? Tentunya juga harus dikerjakan seperti itu pula. Belum lagi kalo salah tulis, nah lho, gimana menghapusnya? Padahal belum ada lampu listrik lho. Weh, tapi mereka masih tetap semangat lhoh.
Nah, sekarang kita lihat diri kita. Sekarang udah ada komputer di depan kita bahkan mungkin juga internet. Insya Allah rumah-rumah kita semua sudah teraliri aliran listrik. Mau nulis tinggal hidupkan komputer lampu pun sudah terang benderang. Kalau mau memperbanyak tulisan sudah ada mesin cetak dan fotokopi. Tapi apakah kita memiliki semangat seperti mereka para pendahulu kita? Yah, boro-boro nulis minat baca pun masih rendah bahkan ‘nggak perlu baca lah, sekedar mendengarkan saja mungkin ada yang tertidur nyenyak atau ngelamun entah kemana. Harusnya dengan berkembangnya teknologi ini semakin memacu kita untuk terus berkarya salah satunya dengan menulis. Di antara teknologi yang bisa dimanfatkan untuk menulis adalah blog pribadi sebagai media menuangkan dan menyebarluaskan segala macam ide dan gagasan kita.
Oleh karena itu, kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta‘ala agar kita dapat mensyukuri nikmat-Nya dengan memanfaatkan segala kemudahan yang telah diberikan untuk memacu kita didalam kebaikan.

Allahu a’lam