Friday, July 27, 2007

Siapkan Diri Dalam Dakwah

Oleh: Al-Ustadz Aris Munandar, S.S.
“Serulah manusia kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.” (Q.S. An-Nahl:125)

Petikan ayat tersebut memberikan pemaparan yang sederhana dengan muatan pesan yang padat dalam menjalankan roda dakwah. Ada tiga tahapan yang akan dilalui dalam hal ini. Pertama, ajakan tersebut semata-mata ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala dengan hikamah bukan jalan yang lain seperti golongan, kelompok tertentu yang bisa membuat perpecahan. Kedua, ajakan tersebut hendaknya dilakukan dengan tutur kata yang sopan dan lemah lembut, laiknya seorang pedagang yang hendak menawarkan dagangannya, ia harus bersikap ramah dan tidak garang yang membuat larinya para pelanggan. Adapun tahapan yang ketiga, sekiranya perlu berbantah-bantahan hendaknya dengan cara yang baik dan bijak sehingga tidak membakar emosi lawan bicara.
Adapun menurut Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau mengatakan ada empat tingkatan, sedangkan urutan keempat sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka.” (Q.S. Al-Ankabut: 46)
Sebuah keniscayaan dalam berdakwah haruslah berbekal ilmu pengetahuan terhadap syari’at Allah sehingga ada landasan kuat dari ilmu dan bashirah (argument). Terkait dengan hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, inilah jalan agamaku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata (bashirah). Maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S. Yusuf: 108)
Kutipan arti dari ayat tersebut, sekilas dapat dipahami bahwa seruan dakwah dalam menegakkan agama ini bermodal tidak lain adalah bashirah (argumen yang nyata). Penjelasan singkat bashirah dalam dakwah adalah hendaknya da’i mengetahui hukum-hukum syari’at , metode penyampaian dalam dakwah dan kondisi orang-orang yang akan dijadikan sebagai objek dakwah.
Sementara itu, pengertian medan dakwah tidak terbatas di masjid-masjid dan mimbar-mimbar keagamaan. Selain melalui pidato dan ceramah-ceramah, melalui tulisan-tulisan atau makalah-makalah juga merupakan sarana yang efektif untuk pembinaan umat . Begitu juga dakwah dengan membentuk halaqah-halaqah (kajian) ilmu.
Dakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, adalah tugas para rasul serta jalan bagi orang yang mengikuti mereka. Yaitu bani Adam yang mengetahui Dzat yang disembahnya, serta yang dikaruniai taufik oleh-Nya. Karena itu sudah selayaknya kita berusaha menyelamatkan orang-orang lain dengan menyeru agar kembali kepada Allah, memberi kabar baik penuh suka cita.
Nabi shalallahu ‘alaihi was sallam bersabda kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pada hari Khaibar, “Melangkahlah ke depan dengan tenang sehingga engkau samapai di pelataran mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam, kabarkanlah kepada mereka hak-hak Allah dalam Islam yang wajib mereka lakukan. Demi Allah, sungguh jika Allah memberi petunjuk seorang laki-laki dengan perantaramu itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Inilah di antara petikan nasihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi was sallam dalam membakar semangat para shahabat agar terus melangkahkan kakinya menegakkan agama Allah subhanahu wa ta’ala. Menariknya beliau memberikan sebuaha harapan besar di mana unta merah pada masa Nabi adalah sebuah kebanggaan laiknya mobil terbaik di zaman ini. Karenanya sebuah harapan besar tak mungkin dapat dicapai bila dilakukan tanpa dasar ilmu pengetahuan.
Sebuah hadits yang masyhur tatkala Rasul shalallahu ‘alaihi was sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ke Yaman bisa menjadi gambaran bagi para da’i. Nabi menekankan kepada sisi tauhid sebagai mukadimahnya, karena keimanan itulah yang kelak mampu menggugah kesadaran beragama. Adapun pijakan yang tak boleh lepas adalah dua pusaka peninggalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi was sallam; Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya yang menjadi sumber utama dengan diikuti warisan para ulama salafusshalihin, dan meninggalkan semua bentuk pemikiran yang keluar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dikutip dari: Majalah Swaraquran edisi No.6 Tahun ke-6 1427 H/2006 M

Monday, July 23, 2007

Mengapa Al-Bantuly?

Nama ini diambil dari memori phone book seorang ikhwan--semoga Allah menjaganya--yang menambahkan kata Al-Bantuly dibelakang nama ane. Menurutnya karena ane berasal dari Bantul sehingga dinisbatkanlah dibelakang nama ane dengan Al-Bantuly. Akhirnya dengan sebutan itu pulalah blog ini diberi judul. Walaupun sempat bergulat di pikiran sekian banyak kandidat untuk judul utama namun pada akhirnya nama ini lah yang ane pilih. Sederhana dan mudah diingat--insya Allah--. Itulah alasan mengapa nama ini yang dipilih.
Selain itu untuk mengikuti ciri khas kaum muslimin yang sudah biasa dipanggil dengan nama menurut penisbatan yang diambil dari daerah asal ataupun kabilah. Bahkan para ulama' dan imam-imam kaum muslimin mereka lazim disebut dengan nama daerah asal ataupun dengan nama kabilah mereka. Sebagai contoh seorang imam besar ahli hadist yang lahir pada tahun 194 H bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ja’fi yang lebih kita kenal dengan nama Al-Bukhory karena beliau berasal dari daerah Bukhoro di Uzbekistan. Juga ulama besar ahli hadist abad ini yang dilahirkan pada tahun 1333 H, Al-'Alamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh Al-Albany. Beliau masyhur dipanggil dengan nama Al-Albany karena beliau berasal dari Albania sebuah negeri di semenanjung Balkan sebuah kawasan di Eropa Timur. Masih banyak lagi ulama-ulama dan imam-imam kaum muslimin yang masyhur dipanggil dengan penisbatan kepada daerah asal ataupun kabilah. Tentunya tidak bisa dipungkiri kegaguman kita atas ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka walaupun di sisi lain kita menyadari bahwa mereka adalah manuasia biasa.
Ane juga mengucapkan jazakallahu khoiron kepada seorang teman yang telah memberikan julukan ini yang akhirnya ane pakai sebagai judul utama blog sederhana ini. Semoga saja dapat menjadi salah satu pemicu untuk terus bersemangat menuntut ilmu dan sebagai wujud kecintaan kita kepada identitas islami dan mengikuti kebiasaan para ulama umat.

Saturday, July 21, 2007

Masjid dan Barang Hilang

Coba cermati setiap kali kita berada di masjid terutama di kota Jogja ini dan kota-kota besar lainnya (kalau di desa-desa kayaknya belum ada). Ada peringatan tertulis yang seolah seragam seperti tulisan “Jagalah Barang Bawaan Anda” atau tulisan “Simpan Barang Berharga Anda di Tempat Aman” dan kalimat-kalimat lainnya yang bermakna peringatan. Agaknya hal ini menunjukkan tidak amannya lingkungan masjid. Kalau benar demikian sungguh ironis. Mungkin kalo orang kehilangan barangnya ditempat umum seperti bus kota agaknya masih biasa. (nb: eits!, ‘nggak sepenuhnya benar juga karena semua kejahatan tentu saja ‘nggak bisa dianggap biasa). Tapi kalo kehilangan barang di masjid nampaknya aneh juga ya? Ataukah justru malah dianggap lebih lumrah lagi? Waduwh, koq bisa jadi lebih parah! Masjid yang seharusnya menjadi tempat orang berkumpul dengan segala aktivitas ibadah bisa identik dengan barang bawaan yang hilang atau sendal yang hilang atau kehilangan barang bla…bla…bla…lainnya.

Agaknya diskusi singkat seperti dibawah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita.

“Lho Mas koq mung nyeker?”
“Anue, aku kelangan sandal”
“Lha lehmu kelangan sandal nang ngendi?”
“Ya cetha wae nang mesjid. Bareng aku budhal saka shalat isyak, we lha koq sandalku wus ora ana. Tak goleki lingak-linguk kok ya tetep ora ana. Ya kepeksa nyeker tekan omah.”

Itu baru sandal, belum kalo kehilangan barang berharga lainnya seperti tas, HP, dompet atau bahkan motor mungkin? Tak ayal jika takmir masjid membuat tulisan peringatan supaya berhati-hati menaruh barang bawaan. Apa yang salah dari masjid? Tentunya tidak ada yang salah dengan masjid tidak pula orang yang datang ke masjid. Namun orang-orang yang memiliki niat jahat akan memanfatkan kelengahan target operasinya di manapun tempatnya apalagi kalau kesempatan itu terbuka lebar. Sebagai anjuran dan wujud ikhtiar kita, taruhlah barang anda seperti tas di depan anda atau kalo bawa sendal yang lumayan bagus simpan di dalam tas kresek baru setelah itu kita tawakal. Mungkin betul juga kata Bang Napi (sambil mengacungkan jarinya di balik terali besi) bahwa kejahatan tidak hanya karena niat pelakunya tapi karena ada kesempatan. WASPADALAH….!3X.

Monday, July 16, 2007

Tentang Blog Ini

Membuat blog. Ya, itulah tugas salah satu mata kuliah pilihan milik jurusan lain yang nekat diambil. Mahasiswa yang mengikuti kuliah diharuskan membuat blog pribadi untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. ‘Ntar Pak Dosen tinggal buka internet untuk memeriksa tugas mahasiswanya. Jadi ‘nggak seperti cara-cara konvensional yang selama ini dipakai dengan menulis di selembar kertas kemudian dikumpulkan secara kolektif yang kadang-kadang ada yang dikerjakan secara instan alias nyontek punya temen. Tapi ‘nggak semua lhoh yang kayak gitu! Mahasiswa yang rajin tentunya telah mengerjakannya jauh-jauh hari sebelum dikumpulkan.
Nah, itulah pada awalnya mengapa blog ini dibuat. Dengan bantuan seorang temen kuliah mulailah merancang bangun sebuah blog sederhana ini. Warnet UPT II UGM pun menjadi sasaran kami. Maklumlah di jurusan ataupun fakultas ‘nggak ada internet gratis ato kalo pun gratis harus bawa laptop. Setelah kurang lebih satu jam kemudian……, wah akhirnya jadi juga. Hmm…walaupun formatnya masih kacau-balau namun udah bisa untuk ‘ngerjain tugas kuliah.
Alih-alih, setelah kuliah beberapa minggu berjalan, masyaallah!, berbagai macam tugas yang menumpuk sudah berada di depan mata. Kuliah wajib harus diprioritaskan, maklumlah di semester enam ini ada mata kuliah seminar yang sangat membutuhkan energi ekstra. Ya sudah, kuputuskan membatalkan mata kuliah ini, toh juga cuman mata kuliah pilahan. Lagi pula kalo dipikir-pikir ‘nggak ada hubungannya juga dengan materi dijurusan.
Blog sudah terlanjur dirilis. Tak apalah, lagian masih bisa dipake untuk nulis-nulis yang lain. Apalagi kalo melihat trend sebagian pelajar dan mahasiswa saat ini yang biasa menuangkan berbagai macam idenya melalui tulisan di blog pribadi mereka bahkan bermunculan pula tulisan-tulisan bernuansa keagamaan.
Inilah salah satu nikmat Allah dimana kita telah dimudahkan di dalam menulis. Ngomong-ngomong soal tulis –menulis, mari sejenak kita flash back ke belakang membayangkan bagaimana orang-orang pada zaman dahulu mereka harus menulis sebuah buku atau kitab dimana belum ada teknologi canggih seperti zaman kita sekarang ini. Sebuah pena harus dicelupkan ke dalam cairan tinta agar bisa digunakan untuk menulis. Ketika cairan tinta di pena sudah habis, lantas dicelupkan lagi demikian seterusnya. Itu baru satu buku, bagaimana jika harus dicetak ke dalam beberapa eksemplar? Tentunya juga harus dikerjakan seperti itu pula. Belum lagi kalo salah tulis, nah lho, gimana menghapusnya? Padahal belum ada lampu listrik lho. Weh, tapi mereka masih tetap semangat lhoh.
Nah, sekarang kita lihat diri kita. Sekarang udah ada komputer di depan kita bahkan mungkin juga internet. Insya Allah rumah-rumah kita semua sudah teraliri aliran listrik. Mau nulis tinggal hidupkan komputer lampu pun sudah terang benderang. Kalau mau memperbanyak tulisan sudah ada mesin cetak dan fotokopi. Tapi apakah kita memiliki semangat seperti mereka para pendahulu kita? Yah, boro-boro nulis minat baca pun masih rendah bahkan ‘nggak perlu baca lah, sekedar mendengarkan saja mungkin ada yang tertidur nyenyak atau ngelamun entah kemana. Harusnya dengan berkembangnya teknologi ini semakin memacu kita untuk terus berkarya salah satunya dengan menulis. Di antara teknologi yang bisa dimanfatkan untuk menulis adalah blog pribadi sebagai media menuangkan dan menyebarluaskan segala macam ide dan gagasan kita.
Oleh karena itu, kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta‘ala agar kita dapat mensyukuri nikmat-Nya dengan memanfaatkan segala kemudahan yang telah diberikan untuk memacu kita didalam kebaikan.

Allahu a’lam