Monday, August 13, 2007

Kapan Nikah?

Tak seperti biasanya rumah ane yang tenang minggu-minggu ini begitu ramai. Ibu-ibu desa datang ke rumah untuk memasak makanan yang sering diistilahkan dengan rewang. Sementara bapak-bapak menyiapkan tempat beserta uba rampe-nya untuk sebuah perhelatan akbar dalam skala keluarga ane. Beberapa hari sebelumnya dibentuk panitia yang melibatkan sebagian bapak-bapak, tokoh masyarakat dan tentunya para muda-mudi di kampung. Sebagian tamu undangan yang merupakan teman sejawat bapak dan ibu dari rekan-rekan guru datang silih berganti bahkan sebelum hari “H”. Ya, sebuah hajatan pernikahan akan digelar di rumah. Wow! Nikah? Ya Nikah, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga sebagian pemuda sekaligus sebuah kata yang begitu istimewa untuk dibicarakan. Betapa tidak, ia adalah ikatan antara seorang laki-laki dan wanita sehingga menjadi halal perkara-perkara yang sebelumnya diharamkan sekaligus menjadi tonggak dibinanya sebuah keluarga. Adalah kakak ane satu-satunya yang telah Allah subhanahu wata’ala berikan kesempatan dan keluangan untuk melaksanakannya. Wah, kapan nich adiknya bisa menyusul? Pertanyan ini pula yang muncul dari salah seorang temen ane di kampung yang kebetulan dulu temen sekelas waktu SD dengan bahasa Jawa tentunya. Entah serius ato cuma bercanda namun ane jawab sekenanya saja: “Wangune ya kowe dhisik, sesuk yen wis bar kowe agek aku.” Pantasnya ya kamu duluan, ‘ntar kalau sudah kamu baru aku, begitulah kira-kira artinya. Kontan dia menyahut: “Tenan! Tenan! Yen wis bar aku terus kowe! Dengan nada mengancam. Waduh, deg! Kalo beneran dia trus nikah berartiii….ane dong selanjutnya! He..he..he..tapi ane kan ‘nggak menjanjikan kapan waktunya, bisa saja tidak lantas seketika setelah dia terus ane. Yang jelas, wallahu a’lam, jodoh kita masing-masing adalah taqdir Allah dan kapan waktunya kita tidak mengetahui.

Biografi Singkat Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah

Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
Oleh: Al-Ustadz Zainul Arifin


Nasab dan Kelahiran Beliau
Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d bin Hariz Az-Zar’i-nisbah kepada negeri Azra’ Ad-Dimasyqi, syamsudin (matahari agama ini), mujtahid mutlak, seorang yang faqih, ahli ushul, ahli tafsir, ulama nahwu, ahli bahasa, seorang yang arif, yang lebih dikenal dengan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah. Beliau dilahirkan pada tahun 691 H. Dahulu ayahanda beliau adalah pengurus pimpinan madrasah Al-Jauziyah, maka beliaupun dinisbahkan kepadanya sehingga masyhur dengan itu.
Guru-Guru Beliau
Di antaranya adalah Abu Bakr bin Abdi Ad-Da’im, Al-Qadhi Sulaiman, Taqiyyudin ‘Isa Al-Muth’im, Isma’il bin Maktum, Fathimah bintu Jauhar, Asy-Shihab An-Nabulsi dan Al-Hafidz Taqiyyudin Ibnu Taimiyyah dan beliaulah guru beliau yang paling menonjol yang telah memberikan pengaruh yang besar pada diri Ibnu Qoyyim. Di atas manhajnyalah beliau berjalan, dan beliau sangat setia kepada gurunya ini, baik ketika hidup maupun setelah wafatnya. Beliau rela disiksa berkali-kali karena sebab gurunya ini, rela dipenjara bersamanya. Dan tidaklah beliau dibebaskan dari penjara tersebut kecuali setelah wafatnya Ibnu Taimiyyah. Dan beliau sangat memuliakan gurunya tersebut dengan segenap penghormatan yang tinggi.
Murid-Murid Beliau
Murid beliau tidak terhitung banyaknya. Yang paling masyhur adalah Al-Hafidz Ibnu Katsir, pengarang Al-Bidayah wan Nihayah dan Tafsir, sekaligus teman beliau menimba ilmu kepada Al-Hafidz Abdurrahman Ibnu Taimiyyah. Yang lainnya adalah Al-Hafidz Abdurrahman Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Abdul Hadi serta Ibnu Abdul Qadir An-Nabulsi. Mereka inilah para pengemban manhaj beliau, penyebar ilmu beliau dan menempuh jalan yang beliAu tempuh dalam kehidupan beliau dan setelah wafat beliau.
Pujian Para Ulama
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata: “Beliau adalah pakar di bidang tafsir nan tiada tanding. Demikian pula di bidang ilmu ushuluddin. Pada diri beliau puncak pengetahuan kedua disiplin ilmu tersebut. Begitu juga bidang hadist, meliputi makna berikut pemahamannya, beliau paling teliti dalam menarik satu hukum dari sebuah hadist, dalam belum pernah ada yang menyamainya dalam hal itu. Dalam hal fiqh, ushul dan bahasa Arab, beliau memiliki buah karya yang luar biasa banyaknya. Demikian halnya di bidang ilmu mantiq dan sebagainya. Beliau adalah orang yang sangat dalam pengetahuannya tentang ilmu akhlaq, tentang kalam ahli tasawuf, isyarat-isyarat mereka, serta berbagai kesamaran dan ketidakjelasan dari mereka. Tak luput, beliaupun memiliki hasil karya yang sangat banyak di segala bidang ilmu-ilmu tersebut.”
Al-Imam Adz Dzahabi rahimahullah mengatakan dalam Al-Mukhtashar: “Beliau sangat perhatian terhadap hadist, matan berikut perawi-perawinya. Dan beliau memiliki penjelasan yang sangat bagus, sangat terlatih di bidang nahwu dan dasar dari kedua ilmu tersebut. Sungguh beliau telah dipenjara sekian lama karena mengingkari orang-orang yang menempuh perjalanan menuju kuburan Al-Khalil (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam). Hari-hari beliau dipenuhi berbagai kesibukan dan penyebaran ilmu.”
Al-Qadhi Burhanuddin Az-Zar’i rahimahullah berkata: “Tidak ada seorangpun di bawah langit ini (di masanya-red) yang lebih luas ilmunya dari pada beliau.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Beliau seorang pemberani, luas ilmunya, paling mengerti tentang perselisihan dan pendapat-pendapat salaf.”
Ibadah dan Kezuhudan Beliau
Al-Qadhi Burhanuddin Az-Zar’i rahimahullah berkata: “Beliau sangat sering berhaji. Dan penduduk Makkah menyebut ibadah beliau yang luar biasa dan banyaknya thawaf beliau sebagai sesuatu yang sangat menakjubkan dari diri beliau.”
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Beliau melaksanakan ibadah, tahajjud, shalat yang sangat panjang sampai pada batas maksimal, senantiasa berdzikir, tenggelam dalam kecintaan, taubat, menghinakan diri, dan luluh lantak di hadapan Allah. Aku belum pernah melihat seseorang yang seperti beliau dalam hal itu. Belum pernah pula menyaksikan orang yang lebih luas ilmunya daripadanya. Tidak pula aku ketahui orang yang paling mengerti tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah dan hakekat-hakekat iman selain beliau. Tidak berarti bahwa beliau itu ma’shum, tapi aku belum pernah melihat yang semisal beliau dalam arti yang demikian.”
Karya-Karya Beliau
Hasil karya beliau hampir mencapai seratus buah dalam berbagai bidang ilmu. Dan itu merupakan bukti yang cukup tentang ilmu dan kesungguhan beliau. Diantara karya beliau adalah kitab I’lamul Muwaqqi’in, membahas tentang fiqh, ushulnya dan tujuan-tujuan syari’ah. Yang kedua adalah kitab Ash-Shawa’iqul Mursalah membahas ilmu ushuluddin. Kedua kitab tersebut bisa menjadi cermin bagi kitab-kitab beliau yang lainnya.
Wafat Beliau
Beliau wafat pada malam Kamis, 13 Rajab 752 H, dan dishalatkan keesokan harinya selepas dzuhur di Jami’ Jaraah. Pemakaman beliau di pekuburan Al-Bab Ash-Shaghir dihadiri jutaan umat, dan beliau ditampakkan dalam mimpi baik yang sangat banyak. Dunia Islam pun kehilangan tokoh yang sangat alim, yang menyertai umat ini dalam suka dan duka, yang mengemban amanah serta menunaikannya. Semoga Allah merahmati beliau, melimpahkan pahala-Nya yang besar kepada beliau di kedua negeri (dunia dan akhirat). Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
(Diringkas dari Al-Fawa’id, hal. 3 – 6 dan Ighatsatul Lahafan, hal. 3 – 4)
Sumber: Majalah Asy-Syari’ah Vol.II/No.20/1426 H/2005, hal. 68 – 69.

Biografi Singkat Al-Imam Hasan Al-Bashri

Al-Hasan Al-Bashri Syaikhul Bashrah
Oleh: Al-Ustadz Zainul Arifin

Al-Hasan bin Yasar-dikatakan juga Al-Hasan bin Abil Hasan- Abu Sa’id Al-Bashri. Beliau dilahirkan pada tahun terakhir dari masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab (tahun 21 H). Asal keluarganya sebenarnya dari Sabi Misan, suatu desa yang terletak antara Bashrah dan Wasith. Namun kemudian mereka pindah ke Madinah.
Ayah Al-Hasan adalah budak milik Zaid bin Tsabit Al-Anshari radhiallahu ‘anhu dan ibinya adalah budak milik Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Salamah radhiallahu ‘anha sering mengutus budaknya tersebut untuk suatu keperluan sehingga beliaulah yang sibuk menyusui Al-Hasan Al-Bashri yang waktu itu masih kecil. Maka masyarakat waktu itu pun menduga bahwa ilmu dan hikamah yang diberikan kepada Al-Hasan disebabkan barakah susuan tersebut.
Al-Hasan tumbuh di Madinah dan bertemu dengan para shahabat sera mendengar ilmu dari mereka. Beliau adalah orang yang terkemuka dalam keilmuan, sehingga digelari dengan “Syaikhul Bashrah”.
Asy-Sya’bi berkata pada seorang yang hendak ke Bashrah, “Jika Anda melihat seorang yang tertampan dari penduduk Bashrah dan yang paling disegani oleh mereka maka dialah Al-Hasan (Al-Bashri), maka sampaikan salamku kepadanya.”
Al-Hasan juga dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani. Dan dulu jika Al-Muhallab bin Abi Shafrah hendak memerangi orang-orang Musyrik, maka beliaulah yang dikedepankan.
Malik bin Dinar bercerita tentang orang-orang yang memiliki pengaruh di hati-hati (manusia-pent): “Iya demi Allah, sungguh kami melihat mereka itu adalah Al-Hasan, Sa’id bin Jubair, dan orang-orang yang seperti mereka. Allah telah menghidupkan sejumlah baesar manusia dengan sebab perkataan salah seorang dari mereka.”
Al-A’masy berkata: “Dulu apabila Al-Hasan disebut di sisi Abu Ja’far bin ‘Ali bin Al-Husain-yakni Al-Baqir-beliaupun berkata: “Dialah (Al-Hasan) orang yang ucapannya menyerupai perkataan para nabi”.
Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari berkata:”Aku belum pernah meliahat seseorang yang menyerupai para shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam selain beliau (Al-Hasan).”
Al-Hasan adalah sosok tabi’in yang senantiasa bersedih karena banyaknya mengingat akhirat, akan tetapi tidaklah hal ini sampai membawa beliau kepada akhlak orang-orang a’jam (asing) sebagaimana yang tersebar di zamannya.
Beliau adalah orang yang sederhana dalam hal makanan, dan mengenakan pakaian yang mudah bagi beliau. Beliau pernah ditanya pakaian yang paling disukainya, maka ia menjawab : Yang paling tebal, paling kasar (tidak licin) dan paling rendah menurut manusia.” Namun bukan berarti beliau membenarkan perbuatan sebagian ahlul ibadah dalam cara berpakaian mereka yang buruk, bahkan Al-Hasan pernah mengingkarinya. Sungguh pernah disebutkan kepadanya tentang orang-orang yang memaki bulu shuf (wol, bulu domba) maka beliau berkata: Kenapa mereka itu? Mudah-mudahan sebagian mereka kehilangan sebagian yang lain…mereka menyembunyikan kesombongan di dalam hati-hati mereka.”
Beliau menghafal Al-Qur’an pada usia 12 tahun, dan tidaklah beliau berpindah dari satu surat ke surat yang lainnya kecuali setelah mengetahui tafsir dan sebab turunnya surat tersebut. Beliau tidak mengurus satu dirhampun dalam perdagangan, bukan pula sebagai sekutu seorang penguasa. Tidakalah beliau memerintahkan sesuatu sehingga telah dilaksanakan dan tidak pula melarang dari sesuatu sampai telah meninggalkannya. Beliau wafat pada malam Jum’at, awal bulan Rajab pada tahun 110 H, dan beliau hidup sekitar 88 tahun sebagaiman telah dikatakan oleh putra beliau.
Diringkas dari Mawa’izh lil Imam Al-Hasan Al-Basri, Salih Ahmad Asy-Syami, hal. 9 – 18.
Sumber: Majalah Asy-Syari’ah Vol.I/No.11/1425 H/2004, hal. 56.

Friday, August 3, 2007

Strategi Belajar Ilmu Dien

Saudaraku, ilmu agama merupakan bahan baku kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan tanpa ilmu. Oleh sebab itu, setiap usaha untuk menggapai kebahagiaan yang ditempuh tanpa bimbingan ilmu pasti akan mengalami kebuntuan. Tidak percaya?..Lihatlah orang-orang yang menganggap kebahagiaan di bangun di atas pemuasan hawa nafsu kebinatangan. Mereka habiskan energi dan waktu mereka untuk mengejar kenikmatan sementara yang pada akhirnya berujung dengan hukuman dan siksa. Duhai, alangkah malang nasib mereka...

Tidakkah kita ingat bagaimana kaum Nabi Luth yang durhaka kepada Nabi-Nya. Mereka campakkan fithrah yang ada di dalam diri mereka dan mereka justru menggantinya dengan pelanggaran dan dosa yang belum pernah dikerjakan oleh umat sebelum mereka. Maka dari itu Allah timpakan kepada mereka siksa yang berlipat ganda... Allah sudah mengingatkan kepada kita; fakullan akhadzna bi dzanbih. Setiap kelompok yang durhaka itu kami hukum karena dosanya... diantara mereka ada yang dihujani dengan batu, ada yang mati karenma lengkingan suara yang memekakkan telinga, ada yang dibenamkan di dalam perut bumi dan adapula yang binasa dengan cara ditenggelamkan di dalam samudera... Itulah akibat dari kebodohan mereka. Bodoh tentang hakikat kebahagiaan yang sejati...

Oleh karena itu, kita sangat bergembira dengan kembali tumbuhnya semangat mempelajari ilmu agama yang menghiasi wajah generasi muda. Mereka kuliah tapi juga mengaji. Mereka kuliah tapi juga berdakwah. Mereka kuliah tapi juga bisa membaca kitab para ulama. Mereka kuliah tapi juga memakmurkan masjid dengan ilmu dan akhlaq mulia. Namun, sayang ada sebagian pemuda yang tidak mengerti bagaimanakah cara yang tepat untuk mereka agar bisa meniti jejak para ulama. Maka wajar apabila sebagian pemuda terjebak dalam gerakan-gerakan dakwah yang menyimpang dari jalan para ulama. Mereka sibuk, mereka lelah...akan tetapi sayang jalan yang mereka tempuh bukan jalan lurus. Sehingga waktu mereka terbuang percuma...lama berkegiatan namun tidak merasakan peningkatan ilmu agama. Lama mengaji namun tidak ada perubahan apa-apa...wallaahul musta'aan.

Maka dari itu, sudah saatnya kita kembali mengkaji bagaimanakah cara yang tepat bagi kita untuk tetap bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya di tengah situasi berkecamuknya fitnah, godaan dan beraneka ragam penyimpangan yang mewarnai kehidupan masyarakat kita... Allah ta'ala berfirman yang artinya, " Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatau kaum sampai mereka mau mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11). Rasul juga bersabda, "Barang siapa yang dikehendaki menjadi baik oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam urusan agama." (HR. Bukhari dan Muslim) [Abu Muslih]

diambil dari pamflet kajian "Kiat Sukses Menuntut Ilmu Syar'i Al-Manhajiyah Fi Tholabul 'Ilmi Syar'i"

Ngaji terus,...kapan santainya?!

Imam Ahmad pernah ditanya; Wahai Imam, samapai kapankah seorang hamba bisa merasakan nikmatnya bersantai-santai? Beliau menjawab "Yaitu di saat pertama kali dia berhasil menginjakkan kedua telapak kakinya di surga..."
Ilmu telah membuat para ulama berkelana ke segenap penjuru dunia, ilmu telah membuat seorang budak berubah menjadi penguasa, ilmu pula lah yang berhasil membongkar makar musuh-musuh Allah sehingga mereka bungkam dan tak berdaya...lihatlah kisah para ulama salaf yang rela mengorbankan apa saja demi meraih ilmu yang sesungguhnya
diambil dari pamflet kajian "Kiat Sukses Menuntut Ilmu Syar'i Al-Manhajiyah Fi Tholabul 'Ilmi Syar'i"

Thursday, August 2, 2007

Nasihat Syaikh Al-Albany Untuk para Penuntut Ilmu Syar'i

MUTIARA NASEHAT SYAIKH ALBANY TERHADAP THOLABUL 'ILM"

Aku nasehatkan untuk saya pribadi khususnya dan untuk saudarasaudaraku kaum muslimin pada umumnya agar bertaqwa kepada Allah.Diantara bagian-bagian taqwa yang akan aku nasehatkan adalah : Pertama, Hendaklah kalian menuntut ilmu syar'i dengan ikhlash karena Allah, janganlah ada tujuan-tujuan yang lain seperti mengharapkan sesuatu balasan, ucapan terima kasih atau senang tampil di muka umum. Kedua, diantara penyakit yang menimpa para penuntut ilmu syar'i adalah ujub dan lupa daratan, dia merasa sudah memiliki ilmu cukup sehingga berani berpendapat sendiri tanpa mengambil bantuan dan penjelasan ulama' salaf.
Sebagaimana mereka tidak bersyukur kepada Allah yang telah memberikantaufiq kepada mereka, berupa ilmu yang benar dan adab-adabnya, bahkanmereka tertipu dengan diri mereka sendiri dan mereka menyangka bahwamereka telah memiliki kemapanan ilmu sehingga muncul dari merekapendapatpendapat yang mengguncangkan, tidak dilandasi dengan pemahaman yang benar berlandaskan al-Kitab dan as-Sunnah. Maka nampaklah pendapat-pendapat ini dari pemikiran-pemikiran yang tidak matang, mereka menyangka bahwa fatwa-fatwa tersebut adalah ilmu yang diambil dari al-Kitab dan as-Sunnah.
Maka, mereka sesat dengan pemikiran-pemikiran tersebut dan menyesatkan banyak manusia, dan kalian mengetahui semuanya diantara dampak negatif dari fenomena tadi adalah munculnya kelompok-kelompok di sebagian negeri islam mengkafirkan kelompok-kelompok lainnya dengan alasan-alasan yang dibuat-buat, tidak bisa kami kemukakan dalam kesempatan yang singkat ini, karena pertemuan kami ini sekarang khusus sedang memberikan peringatan dan nasehat kepada para penuntut ilmu dan juru da'wah, oleh karena itu saya nasehatkan saudara-saudara kami dari ahli sunnah dan ahli hadits di seluruh negeri islam agar mereka sabar dalam menuntut ilmu, dan agar mereka tidak tertipu dengan ilmu yang mereka miliki sekarang.
Mereka harus mengikuti jalan yang telah digariskan, jangan sekalikalimereka bersandar dengan mengandalkan semata-mata pemahaman mereka atau mereka beri nama dengan ijtihad mereka.Saya sering sekali mendengar dari saudara-saudara kami mereka mengatakan dengan sangat mudahnya, "saya berijtihad" atau "saya berpendapat demikian" tanpa memikirkan akibat-akibat yang ditimbulkan dari ucapan-ucapannya.Mereka tidak mengambil bantuan dari kitab-kitab fiqh dan hadits sertapemahaman ulama terhadap kitab-kitab tersebut. Yang ada hanya hawa nafsu dan pemahaman yang dangkal dalam menggunakan dalil, sedangkanpenyebabnya adalah ujub dan lupa daratan. Oleh karena itu, sekali lagi aku nasehatkan kepada para penuntut ilmu agar menjauhi segala akhlak yang tidak islami, di antaranya agar mereka tidak tertipu oleh ilmu yang telah didapatkannya serta tidak tergelincir ke dalam ujub. Ketiga, terakhir, agar mereka menasehati manusia dengan cara yang lebih baik, menjauhi cara-cara yang kasar dan keras dalam berdakwah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS an-Nahl :125)
Allah berfirman dengan ayat tadi karena kebenaran itu sendiri berat atas manusia atau menerimanya, dan berat atas jiwa-jiwa mereka, oleh karena itu secara umum jiwa manusia sombong untuk menerimanya, kecuali sedikit orang yang dikehendaki Allah untuk langsung menerimanya. Apabila beratnya kebenaran itu atas jiwa manusia ditambah dengan beratnya cara berupa kekasaran dalam da'wah, maka itu berarti menjadikan manusia lari dari da'wah kebenaran. Kalian tentu mengetahui sabda Shallallahu 'alaihi wa sallam."Sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat orang lari (dari kebenaran). Beliau mengulanginya tiga kali. Sebagi penutup, saya memohon kepada Allah Ta'ala agar jangan menjadikan kami sebagai orang-orang yang membuat orang lain lari dari kebenaran, akan tetapi jadikanlah kami sebagai orang-orang yang memiliki hikmah dan orang-orang yang mengamalkan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu