Wednesday, September 5, 2007

Dari Sebungkus Gado-Gado sampai Segenggam Handphone

Sehabis pulang dari kampus motor Supra X biru ane melaju kencang bak seorang pembalap. Namun tak seperti biasanya, kali ini sudah pulang sebelum malam alias pulang ketika waktu masih sore sehabis ashar. Seketika tinggal beberapa kilometer sebelum nyampe rumah, tak disangka entah tanpa sadar atau lupa bahwa di depan sudah menghadang polisi tidur yang melintang di tengah jalan. Gedubrak…..! Motor berguncang keras hingga mengakibatkan sebungkus gado-gado yang ane beli di dekat Stasiun Lempuyangan Yogyakarta meloncat dengan hebatnya. Entah kenapa hari itu pengen beli makanan padahal biasanya cukup makan makanan yang ada di rumah. Hmm…mungkin lagi nyidam kali ya. Lho sapa sing mbobot? Kok tambah aneh wae to wong siji iki. Hehehe….,nyidam kan ‘nggak hanya monopoli kaum hawa yang lagi hamil aja. Halah….padune agek kepingin wae. Sing jenenge menungsa ya lumrah wae to nek nduwe kepinginan. Kembali ke cerita! Ciiiiiiiiiiittt………..! pedal rem segera ane injak sambil menoleh ke belakang bermaksud mengambilnya. Terlihat dua motor dari arah yang sama datang namun untungnya sempat menghindar dari barang ane yang jatuh. Fyuuh….! Lega rasanya masih selamat dari gilasan ban sepeda motor. Sewaktu mau membelokkan motor, Bress…..! gilasan dahsyat kali ini tak bisa terelakkan. Makanan yang ane beli cuman sekali-kali waktu itu hancur sudah. Rencana makan sore (karena jarang makan siang) yang akan disantap sesampainya di rumah pupus sudah. Ya sudah, ‘ntar kalo sampe rumah nggak ada makanan, seperti biasa “andalan”-nya dikeluarkan. Hehehe…, apa lagi kalo bukan mie instan. Walaupun semenjak gempa bumi 27 Mei berkardus-kardus mie instan diberikan secara cuma-cuma dan dijadikan “makanan substitusi” selama beberapa bulan namun tetap saja sampe saat ini masih saja dijadikan “senjata pamungkas” kalo ‘nggak ada yang buat dimakan. Alhamdulillah, setelah beberapa saat sampe juga di rumah tepat pukul setengah lima sore. Kebiasaan ane ketika udah nyampe rumah adalah merogoh saku celana untuk mengeluarkan berbagai barang. Innalillahi….! HP Siemens C-60 dengan cassing warna hijau metalik sudah ‘nggak ada lagi di saku celana. Ane berpikir kalo jatuh waktu motor berguncang hebat tadi. Tanpa menggati pakaian, langsung “tarik gas” menuju TKP. Setelah dicari-cari di TKP kok ya tetep ora ana alias tidak juga ditemukan! Mungkin aja udah diambil orang atau malah udah tergilas motor sebagaimana nasib sebungkus gado-gado ane? Dengan tangan hampa kembali ke rumah sambil berharap nomer HP ane masih bisa dihubungi. Benar saja, dengan meminjam HP milik Bapak (Entah kenapa untuk urusan merk HP dan kartu layanan operator seluler semuanya bisa seragam dari ane, bapak sama ibu. Hanya kangmas saja yang mbalela alias beda sendiri tapi sayangnya kita ‘nggak dapet kontrak dari perusahaan. Hehehe…!) ane mencoba menghubungi namun tidak bisa. Ah, mungkin memang udah rusak tergilas-gilas roda-roda motor pikir ane. Selang beberapa saat, ane coba lagi. Kali ini terdengar bunyi “tuuut….tuuut…tuuut…!” (bunyi asli alias tanpa nada sambung yang macem-macem apalagi musik-musikan). Alhamdulillah, berarti HP ane masih selamat tapi masalahnya sekarang udah berada di tangan orang lain. Setelah beberapa saat HP diangkat.
Tanpa basa-basi ane langsung bertanya: “Nyuwun pangapunten, punapa Njenengan nemu HP kula ‘nggih”?
Kemudian dia menjawab: “Wo injih, wau kula nemu wonten mergi. Namung menika senes HP njenengan, HP-nipun sampun risak sakmenika kantun nomeripun”.
Innalillahi…! Memang benar dugaan ane kalau sudah jatuh di jalan kemungkinan besar sudah tergilas ban-ban kendaraan. Ya sudah, diikhlaskan. Sukurnya SIM-card nya masih selamat.
Kemudian ane bertanya lagi: “Lha njenengan dalemipun pundi?”
“Kula Imogiri.”
Tukasnya.
“Imogirinipun pundi?” Timpal ane.
“Kula wonten Wartel sak celakipun pasar Imogiri.” Jawabnya.
“Menawi saged nomer kertunipun badhe kula pendet mbenjang enjang.” Kata ane.
“Menawi badhe mendet malah sak menika mawon” Katanya.
Itulah kurang lebih petikan percakapan ane dengan seseorang mbuh ora weruh sapa wonge. Ane putuskan seketika itu juga untuk mengambil HP walaupun cuman tersisa SIM-card nya saja. Soalnya masih ada pulsa yang lumayan banyak untuk ukuran seorang mahasiswa seperti ane. Dengan masih memakai pakaian yang sama, lagi-lagi harus “tarik gas” memacu sepeda motor seloah berpacu dengan matahari yang akan tenggelam, ane pergi menemui orang “tak dikenal” tersebut. Setelah muter-muter sambil liat-liat di sepanjang pasar Imogiri yang kurang lebih jaraknya sekitar 11 km dari rumah ane akhirnya ketemu juga tempat yang telah dijanjikan untuk bertemu. Masyaallah! Ternyata memang benar kondisinya udah rusak parah karena tergilas ban-ban kendaraan sehingga sudah tidak bisa dipakai lagi. Tinggal SIM-card dengan beberapa puluh ribu pulsa yang nampaknya masih utuh. Sebelum tiba waktu maghrib ane pulang dengan membawa rongsokan. Tak berselang beberapa lama setelah ane berpamitan pulang, tiba waktu maghrib sehingga ane mampir untuk jammaah di sebuah masjid kampung. Tak disangka tak dinyana bertemu dengan anak muda yang ane perkirakan usianya sebaya dengan ane. Subhanalloh, ane lihat celananya udah ‘nggak isbal dengan jenggot yang menghiasi dagunya. Dia pun melihat ane dengan keadan yang serupa dengannya. Sambil tersenyum ia menjulurkan tangannya sambil mengucapkan salam kepada ane. Alhamdulillah, ternyata di sebuah kampung seperti ini ada juga anak ngajinya toh. Tak mat-matke sopo to wong iki, tapi yo tetep wae ora kenal. Insya Allah dia ikhwah ngaji juga walaupun belum sempat tanya-tanya karena sholat jamaah udah hampir dilaksanakan. Akhirnya sebelum isya’ sampe juga dirumah dan alhamdulillah sudah tersedia nasi plus sayur daun lembayung dengan lauk ikan teri. Jadinaya sekarang dapet peribahasa baru, ‘Nggak jadi makan gado-gado, sayur lembayung pun jadi. ‘Nggak jadi makan sore makan malam pun jadi. Walaupun, hari itu ada musibah namun insya Allah ada hikmahnya setidaknya dipertemukan dengan ikhwah yang secara dhohir seorang ahlussunnah.

No comments: